Di
sore yang cerah awal tahun baru, langit nampak begitu cerahnya, berwarna biru,
bersih tak ada setitik noda pun yang terlihat jika mata kita palingkan ke atas,
awan begitu bersihnya seperti kapas yang tertiup angin bergerak bebas seolah
mempunyai sayap bidadari yang cantik membentuk panorama yang begitu indahnya.
Awan sore itu nampak membentuk wajah manis mempesona dengan mata berkaca-kaca, wajah
bidadari yang sedang tersipu malu karena pancaran sinar mentari sore yang
berirama menembus celah-celah pohon mangga yang menjulang tinggi, Romeo terpaku
dan terdiam sejenak membayangkan sosok bidadari yang telah ada di dalam
benaknya, gelora asmara dan rindu menyatu dengan hayalan bayangan akan bertemu
dengan pujaan hati yang telah lama ia impikan. Hembusan angin yang menerpa
dedaunan mengalir begitu lambannya, musik alami dari dedaunan begitu merdu
berirama, hayalan Romeo semakin mendalam, dengan menutup mata ia bayangkan ia
sedang tertidur di bawah pohon ditemani sang pujaan hati menemani sorenya yang
sedang dilanda asmara. Sekian lama ia menutup mata, ketika matanya ia buka,
awan putih bersih tersebut sedikit demi sedikit berlarian ke ufuk barat, mereka
menjadi sangat menyala, berwarna kuning kejingga-jinggaan, wajah yang terbayang
di benak Romeo saat itu terlihat lebih manis dengan pipi yang sedang merasakan
malu karena sadar ada yang sedang memperhatikannya dari bawah. Cahaya lembayung
sore itu pun semakin gelap, mentari akan segera terlelap di balik bukit.
Mentari
yang telah kembali membumi di balik bukit itu sepertinya sedang memancarkan
sinar indahnya dalam lubuk Romeo, sinarnya terlalu panas untuk membuat hatinya
menjerit, membara dan mendidihkan semangat serta rindu untuk bertemu dengan
sosok yang selalu membuat hari-harinya selalu baru, walau ia tahu jarak dan
hayalan yang jauh begitu namun tidak bisa mengalahkan gejolak hatinya yang
sedang menggebu dibakar rindu itu. Ia berpikir untuk segera pergi dan bertemu
dengannya, Juliet.