Ahlan wasahlan, Apa kabar Ukhti? Sudah lama ya
tidak berjumpa, hingga bayangmu pun tidak bisa aku bayangkan. Bagaimana persisnya
sosokmu dulu hanya tergambar samar tidak nampak jelas. Memang dengan mudah aku
bisa melihat foto dan gambarmu dari beberapa media, namun tetap kesempurnaan
lukisanmu di bayanganku belumlah cukup jelas.
Ukhti, entah bagaimana dan darimana asal
kebetulan ini, percakapan kecil dengan seorang sahabat mengerucut pada memori
lama yang kini mulai terbuka kembali, entah apa ini, memori lama kah atau
memang jalan untuk membuka memori baru, tapi satu yang pasti, aku senang. Aku
memang tidak sempat untuk mendekatimu dulu, hanya dapat melihatmu dan
mengagumimu saja, aku tidak pernah bicara banyak denganmu. Sekarang aku bingung
dengan keadaan ini, siapa aku?
Kini semakin dekat, aku bisa menghubungimu
Ukhti, namun lagi-lagi sangat sulit untuk membuka dan memulai percakapan. Aku
memang tidak begitu pandai dalam membuat humor justru malah kelihatan terlalu
formal. Pernah sekali menyapamu dengan gaya sok akrab, namun sepertinya itu terlalu
menggelikan bagimu hingga no respons. Memang seharusnya ukhti, itulah sebutan
bagimu.
Ukhti, Bisakah kita bertemu? Bukan rindu yang
membuatku ingin melihatmu, hanya ingin membuat bayanganmu itu nampak lebih
jelas dan nyata. Jika kita saling bertemu entah apa yang harus aku ucapkan,
entah apa yang harus dilakukan, entah dimulai darimana, atau entah harus
bersikap seperti apa, namun tetap aku ingin melihatmu lagi.
Ukhti, Past to Future through time.